BUDAYA ANTRI
September 24, 2018
MENYIAPKAN GENERASI PENERUS
Maret 11, 2019

Kebiasaan baik di masyarakat yang sudah amat jarang kita jumpai adalah sifat gotong-royong. Bahkan saya sudah lupa kapan terakhir saya ikut gotong royong. Terakhir saya ingat ketika saya masih bekerja di puskesmas tahun 90-an. Hampir setiap pekan kita bergotong royong membangun dan memperbaiki posyandu, halaman masjid, got, pos kamling, bahkan di kampung membuat jalan baru menggunakan linggis dan skop. Oh ya … disamping kita membuat poskamling kita juga dapat giliran ronda jaga malam keliling sambil memukul tiang listrik setiap memasuki awal waktu …. Setiap giliran ronda berikut grup selalu diganti atau diroling sehingga bisa ketemu dengan semua warga. Tapi sekarang saya sudah tidak pernah dengar dan tidak pernah lagi saya begadang di poskamling.
Saya menganggap bahwa kegiatan ini baik untuk memupuk rasa kebersamaan, rasa peduli sesama, rasa tanggung jawab terhadap fasilitas umum dan rasa selalu ingin memberi.
Terdorong oleh rasa keprihatinan agar sifat gotong royong ini jangan sampai hilang maka saya terapkan dan saya tekankan lagi di pesantren Alam. Anak-anak santri selalu kami dorong untuk terbiasa bekerja secara berkelompok, masing-masing mengambil peranan sesuai dengan yang sudah diatur sebelumnya. Diupayakan semua terlibat pada semua kegiatan sesuai dengan porsi dan proporsi masing masing.
Terus terang mulanya agak berat. Tampak bahwa sebagian besar anak jarang bekerja, jarang di suruh-suruh oleh orang tuanya. Kemampuan psikomotoriknya sangat kurang. Bahkan untuk sekedar mengangkat barang ringan saja terasa sangat berat seakan mereka tidak punya tulang alias malas.
Ketika ada pekerjaan mencabut rumput sukanya bergerombol cerita, lama-lama cari tempat bernaung dan akhirnya tidak ada yang bekerja. Anak-anak mulanya tidak mau bergerak sebelum yang lain ikut bergerak. Kata-kata klasik:”masa kita terus yang disuruh ustadz, itu si anu berdiri berdiri saja, jarang di suruh” ….. “Eee de de malas ku kurasa, bekerja lagi sedeng …caaa pek ka ustadz” …. :Itu sana ustadz … cerita saja na kerja …. Anu mentong itu … kita terus yang di harap” Itulah penggalan omelan anak-anak setiap memulai gotong royong, kita harus sering mengelus dada seakan mendorong mobil mogok.

Kadang2 kesabaran saya diuji, jengkel tidak mau lagi menyuruh anak-anak lalu angkat atau kerja sendiri. Sebenarnya kalau mau praktis sewa saja orang yang khusus menangani pekerjaan angkat belanjaan, pelihara / siram taman, perbaiki pipa. Namun itu tidak saya lakukan karena saya tidak mau anak-anak yang dititip ke kami kelak Cuma pintar omong tapi sama sekali tidak bisa kerja. Bisanya cuma perintah perintah tapi dia sendiri tidak bisa mengerjakan. Saya berharap mereka terbiasa bekerja hal hal kecil, terbiasa mengerjakan pekerjaan di rumah, terbiasa gotong royong.

Setelah beberapa lama, Alhamdulillah sudah mulai timbul kesadaran sendiri. Jika mobil belanjaan datang, segera mereka berkerumun berebut untuk masing masing ambil barang. Jika kerja bakti semua mencari tempat yang sudah ditetapkan, menyelesaikan target masing-masing . Kadang saya kasian kok kelompok ini diam-diam tidak ada suara? Mana candanya nak? Ayo tidak apa-apa cerita yang penting kerjanya selesai, kerja sambil cerita. Suatu saat saya sangat surpraise mendengar mereka berebut mengambil sapu:”Kasi itu sapu, biar aku saja yang menyapu” Sapu tetap dipertahankan sambil berkata:”tidak usah biar aku saja. Saya juga mau dapat pahala. Kamu ambil serok sampah, baru buang ki sampahnya. Biar kita sama-sama dapat pahala toh” Seakan saya mau terbang mendengar kesadaran anak-anak seperti itu. Jika semuanya bekerja atas kesadaran sendiri yang didorong keikhlasan untuk mendapatkan pahala dan keridhoan, Insya Allah kita tidak perlu repot-repot mengawasi anak-anak ini. Mereka akan selalu mendapat dorongan dan energi yang tiada

habisnya untuk selalu bekerja, punya ghirah untuk menolong orang dan berkiprah dalam kegiatan untuk kemaslahatan umat.

Mohon doanya semoga anak-anak santri kami senantiasa mendapat petunjuk dan lindungan dari Allah SWT, Amin


Dr. Hisbullah
Pengasuh Pesantren Alam Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Whatsapp