MENYIAPKAN GENERASI PENERUS

GOTONG ROYONG
September 24, 2018
SIAP MELANGKAH
Maret 25, 2019

Bila kita bepergian berdua atau lebih, maka dalam ajaran Islam harus ada salah satu yang menjadi Pemimpin. Ketika Rasulullah Wafat, segera para Sahabat bermusyawarah menentukan Pemimpin pengganti Rasulullah SAW meskipun beliau belum dikuburkan. Ini menujukkan betapa penting dan besarnya perhatian Islam terhadap kepemimpinan

Terdapat 4 istilah kepemimpinan dalam Islam yang tercantum di dalam Al Qur’an yaitu: Imam, Khalifah, Amir dan Ra’in. Hal ini dapat kita lihat dalam Al Qur’an diantaranya surah  Adz-Dzariyat:56, Al-Baqarah:30, Al-Isra ayat 71, As-Sajdah:24, al-An’am: 165, An-Naml: 62, Az-Zukhruf: 60 An-Nisa:59, QS. Al-Hadid:57 dan beberapa ayat lainnya. Berdasarkan Hadist Rasulullah SAW, pada hakekatnya kita semua adalah pemimpin : Dari Abdullah bin Umar dari Nabi Saw, bahwasannya beliau bersabda: “ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, maka pemimpin masyarakat akan diminati pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya, ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Pembantu akan dimintai pertanggung jawaban atas harta harta majikannya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya” (HR. Al-Bukhari)

Tentu akan sangat panjang jika dibahas arti, aspek,ciri, fungsi dan tanggung jawab seorang pemimpin. Maka saya menampilkan satu aspek saja yaitu tentang kesinambungan kepemimpinan. Salah satu ciri dari 4 terminologi diatas adalah bahwa setiap pemimpin ketika dia siap menjadi Imam maka pada saat yang sama dia juga harus siap jadi makmum. Siap dilantik, siap diganti. Hal utama yang dilakukan seorang pemimpin ketika dia terpilih adalah menyiapkan generasi dan pemimpin berikutnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang sudah mengkader pemimpin yang setiap saat siap menggantikannya.

Namun sayang sekali sekarang kita melihat fenomena yang terbalik. Ketika seseorang dilantik menjadi pemimpin maka hal yang paling utama dilakukan bukan tugas dan tanggung jawabnya selaku pemimpin melainkan upaya dengan segala cara agar pada periode kepemimpinan berikut dia yang terpilih kembali, dia ingin terus menjadi pemimpin, bila dua periode kepemimpinannya sudah habis/selesai maka diupayakan agar keluarga atau kelompoknyalah yang akan meneruskan / memegang kekuasaan, tidak berusaha mengkader atau memberi ruang kepada orang lain yang memiliki kompetensi kepemimpinan untuk juga tampil sebagai pemimpin. Ketika seorang pejabat baru dilantik, kita sering mendengar istilah banyak mata-mata di kantor, banyak pengarahan dan penempatan jabatan pada sesorang yang dianggap loyal dan menyingkirkan orang yang dianggap bukan pendukung. Bahkan di suatu tempat kita saksikan seorang pemimpin yang secara peraturan perundang undangan seharusnya memiliki wakil, namun tampaknya sengaja menunda-nunda dan tidak berusaha menunjuk wakil yang dikhawatirkan kemungkinan nantinya akan menjadi pesaing pada periode pemilihan kepemimpinan berikut. Adapun kecenderungan pemimpin memilih wakil, hanya untuk tujuan meningkatkan elektabilitas bukan meningkatkan kinerja, sehingga fenomena pecah kongsi banyak kita temukan di beberapa kepala daerah. 
Menyiapkan kader untuk menjadi generasi penerus yang siap dan pantas menjadi pemimpin adalah tanggung jawab utama bagi seorang pemimpin dan tugas kita semua. Keberhasilan seorang pemimpin akan tampak ketika dia harus diganti maka dengan mudah ditemukan pengganti yang layak karena banyaknya kader yang sudah disiapkan. Bila saatnya kita memilih pemimpin tapi stok terbatas, pilihannya itu-itu saja, bahkan calon tunggal maka itu berarti kita semua gagal dalam menyiapkan dan mengkader calon pemimpin. 
Alangkah indahnya jika suatu saat kita selaku bangsa besar “bingung” memilih pemimpin karena banyaknya kader yang siap dan memiliki kapasitas kepemimpinan yang baik, lalu setiap kader itu menghindar satu sama lain untuk dipilih karena merasa ada diantara mereka yang lebih pantas untuk memimpin karena kapasitas yang lebih teruji dari dirinya sendiri. Situasi tersebut memungkinkan lahirnya budaya kepemimpinan yang lebih sehat dan berbeda dari situasi yang sekarang, dimana setiap wargalah yang akan sibuk dan berupaya keras dengan berbagai upaya untuk meyakinkan para kader (calon pemimpin) bahwa mereka yang pantas jadi pemimpin namun sang kader juga berusaha keras meyakinkan pemilih/rakyat bahwa bukan dirinya yang pantas, melainkan orang lain yang dikenalnya lebih baik dan lebih kompeten. 

Alangkah sedihnya bila yang akan kita pilih sebagai pemimpin hanya satu dua orang yang merasa pantas menjadi pemimpin. Mereka berusaha menggunakan segala macam cara, merayu “meminta-minta” untuk dipilih jadi pemimpin, “mengemis” kekuasaan kepada masyarakat.

Mungkin terlalu tinggi jika saya bicara tentang peminpin di level pemerintahan, propinsi atau kabupaten, Maka di komunitas yang sangat kecil seperti yang kami sedang lakukan di Pesantren Alam Indonesia, kami berupaya agar ada kader yang siap mengantikan jika sewaktu-waktu kami tidak dapat meneruskan tugas dan tanggung jawab akibat sakit atau meninggal. Dimulailah tradisi positif dengan bergantian jadi imam, giliran piket, membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mengambil peran dan bertanggungjawab di masing-masing unit. Insya Allah Pesantren Ini akan terus berkembang dengan program pengkaderan yang  terencana, terorganisir, terukur dan terus menerus.
Doakan kami semoga di tempat ini kelak akan lahir pemimpin2 yang akan menggantikan kami paling tidak untuk menjaga kebaradaan pesantren ini, Amin
Dr. Hisbullah
Pengasuh Pesantren Alam Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Whatsapp