“Suara kidung …. Sangatlah elok lebih merdu dari alunan adzanmu …. ” Itulah sepenggal puisi dari salah seorang putri Bung Karno sang Proklamator. Suara adzan siapa yg dimaksud ?? .. entahlah. Karena tdk menyebut nama, maka puisi itu juga bisa mengarah ke anak2 santriku. Seketika saya ingat mereka di pesantren yg tentunya juga secara bergilir mengumandangkan adzan setiap menjelang masuk waktu shalat
Sebagai seorang pengasuh pondok pesantren, maka saya bercerita tentang santri di pesantren saya. Ada seorang santri di Pesantren Alam Indonesia di kabupaten Barru Sulsel, anak yatim berasal dari dusun sekitar pesantren namanya Anugrah. Anak ini sangat pemalu, minder dan jarang bicara, jika mengaji suaranyapun kecil hampir tdk terdengar. Bila di ajak omong hanya tersenyum. Suatu waktu saya bilang :”Ayo nugrah, sekali2 pak dokter mau dengar suaranya. Ayo Adzan”. Setelah dibujuk ternyata dia tetap tdk mau. Akhirnya saya bilang: “Tdk apa2, yg penting suatu saat mau yah. Malu dong masa adzan aja ndak bisa”. Dua pekan kemudian setelah shalat subuh, istri saya datang berbisik:”Pak itu tadi yg adzan, Nugrah yah?”. Hah ? iya yah, pantas agak lain dari biasanya ada suara adzan agak melengking yg kadang terputus diujung karena kehabisan napas. Alhamdulillah meskipun terasa sumbang saya tetap menuju ke arahnya, memeluknya dan berusaha memuji. “Alhamdulillah, pak dokter bangga sekali nak, Nugrah sdh bisa adzan, bagus loh suaranya. Lain kali kalau pak dokter datang Nugrah yg adzan yah?”. Saya dapat laporan ternyata anak ini latihan terus, demi menujukkan kebolehan. Bahkan ngajinya pun semakin lancar dgn suara yg juga keras tdk mau kalah dgn teman2nya. Yah begitulah di Pesantren kami dan saya kira juga di pesantren lain anak2 santri diajari atau belajar sendiri adzan dgn berusaha mendengar dan meniru suara adzan di seantero dunia. Selanjutnya mereka bergilir atau atas kesadaran sendiri bahkan mereka berebut dgn semangat mengumandangkan adzan setiap memasuki waktu shalat. Begitu juga di Masjid2 akan ada muadzin2 yg dengan ikhlas berdiri untuk adzan, pengingat bahwa sudah tiba waktunya berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Memuji Ilahi Robbi, mengagungkan asmaNYA.


Memang, tak semua muadzin suaranya merdu, namun juga tidak semua muadzin suaranya jelek. Yg jelas mereka sangat bangga, Ikhlas, senang menjadi penyeru.
Saya juga menyadari ada diantara mereka yg lantunannya sumbang, napas tdk sampai tapi saya tdk pernah berpikir utk menegur apalagi sampai mengatakan suaranya tdk merdu di depan umum.
Jika ada orang yg menggeneralisir suara adzan tidak merdu dan lebih merdu suara kidung,saya kira ini suatu kecerobohan. Bagaimana mungkin seseorang menganggap adzan hanyalah sebagai produk seni, yang seenaknya dibandingkan dengan kidung atau nyanyian budaya lokal daerah tertentu. Padahal menurut hemat saya tidak baik dan tidak pantas jika merendahkan siapapun dgn mengatakan suaramu jelek, lagumu tdk merdu, paduan suaramu payah. Pada yg produk budaya dan senipun kita harus hargai dan tdk boleh direndahkan dgn kata2 yg negative, apalagi seseorang sedang menjalankan kewajibannya mengingatkan kaum Muslimin untuk sholat. Ingat !!! tdk semua orang suaranya bagus, tdk semua orang dikaruniai suara yg merdu, tdk semua orang napasnya panjang dan jernih. Meskipun engkau merasa suaramu jernih, kidungmu merdu tapi itu bukan alasan utk merendahkan orang lain, jadi berhentilah melecehkan sesorang, siapapun dia. Merendahkan suara orang, menghina ciptaanNya, Melecehkan sang Pencipta. Merasa diri lebih hebat dari yg lain pastilah dia orang yg sombong dan tdk tahu diri.
Oh iya, ibu sukma sudah meminta maaf dan saya kira orang muslim pemaaf sehingga Insya Allah banyak orang yang memaafkan termasuk saya. Tetapi Ibu Sukma harus ingat bahwa banyak anak2 seumuran TK dan SD di TPA, pengajian, rumah tahfidz, pesantren atau bahkan di rumah yg baru belajar adzan. Bagaimana jika ada diantara anak2 itu yg sudah dengar bahwa ada anak proklamator, anak presiden yg bilang: “Eh nak suara adzan mu tdk merdu, jelek, lebih baik kidung ku” Naudzubillah, hilang semangat mereka, rusak mentalnya, anak2 akan minder utk mengumandangkan adzan, jangan2 ada lagi yg akan mengejek adzan mereka. Tidak kah Ibu sukma merasa bahwa puisi konyolnya itu berpotensi merusak moral anak2 dan generasi muda harapan bangsa ?? Mereka butuh dorong semangat, bukan dilecehkan dan direndahkan. Siapa yg bisa memulihkan perasaan anak2 kami ? , siapa yg bisa menjamin bahwa tdk akan lagi orang yg akan mengolok2 muadzin, tdk akan ada lagi pelecehan agama ???
Kepada anak-anakku dan siapapun muadzin, tetaplah semangat !!! teruslah menyerukan adzan meskipun ada yang melecehkan bahkan ada yg melarangnya. Suara adzan mu Insya Allah akan selalu merdu di telingaku mengalahkan suara apapun di dunia ini.
dr. Hisbullah
Pimpinan Pesantren Alam Indonesia